BANDAR SAHAM: THE MONKEY BUSINESS (1)

Source: google

Bandar saham, delapan dari delapan grup investor maupun trader yang ada di handphone dan media sosial saya, entah kenapa selalu menyalahkan dan membahas mereka. Harga naik komennya "saham anu lagi dimainin bandar tuh", harga turun komen lagi "saham anu lagi dibanting bandar, kejam". Pertanyaannya, siapa sih sebenarnya bandar ini? Baikkah mereka? Jahatkah mereka? Atau jangan-jangan mereka penyihir? *backsound thriller*

Oke, sebelum kita bahas lebih jauh siapa itu bandar dan apa maksud dan tujuan mereka. Berikut ilustrasi dalam bentuk cerita. Once upon a time......

Terdapat sebuah pulau terpencil dan memiliki penduduk yang hidup berdampingan dengan para kera. Para penduduk tidak pernah mengusik hidup kera dan begitu pula sebaliknya. Suatu hari datang saudagar kaya, sebut saja namanya Udin, yang datang dari kota. Setelah beberapa hari menginap di desa tersebut, Udin terpikir sebuah ide dan ide tersebut akan dia selesaikan dalam beberapa tahap. Ide ini akan menentukan masa depan para penduduk pulau.

the monkey

Tahap pertama. Udin meminta izin kepada kepala desa untuk membeli kera-kera untuk dikirimkan ke kota. Well, why not. Toh kera-kera tersebut tidak pernah berguna untuk para penduduk desa. Udin membayar kepala desa Rp500 untuk setiap kera dan Udin membeli 500 ekor kera. Kepala desa senang, penduduk sumringah, Udin pun nyengir tanpa memberi tahukan maksud ia sebenarnya.

Tahap pertama ini masih berlanjut. Kali ini Udin mengabarkan kepada kepala desa bahwa kera yang telah ia beli, banyak peminatnya di kota dan ia bermaksud untuk membeli lebih banyak. Udin berani membayar 1,000 ekor kera dengan harga Rp600 per ekor. Kepala desa dan para penduduk makin senang, tanpa ragu mereka mengambil kesepakatan dengan Udin. Oke, tahap pertama selesai, batin Udin. Tahap pertama ini Udin menyebutnya dengan Tahap Akumulasi.

Tahap kedua. Udin bercerita kepada para penduduk pulau tersebut bahwa kera-kera ini sangat berkualitas. Pintar memanjat, multifungsi dan tidak suka poop sembarangan. Penduduk kota sangat senang dan berani bayar mahal untuk kera-kera dari pulau ini. Euforia kera pun dimulai, para penduduk mulai berbondong-bondong alih profesi menjadi pemburu kera.

Udin saudagar kaya

Sebanyak 300 ekor kera berhasil ditangkap penduduk dan dibeli Udin dengan harga Rp800. Kali ini Udin sendiri lah yang mengantarkan kera kekota. Udin berjanji kepada para penduduk pulau ia akan kembali kepulau dan berani membeli kera dengan harga Rp1,500 per ekor. Wow, harga yang sangat menguntungkan, pikir penduduk desa. Tahap kedua selesai, Udin menamakan tahap ini sebagai Tahap Distribusi.

Tahap Ketiga. Sangat disayangkan, jumlah kera dipulau makin terbatas. Hanya tersisa beberapa puluh kera dan itupun kera yang belum akil baligh sudah masuk hitungan. Disaat genting seperti ini, datang Markonah yang berprofesi sebagai pedagang seperti Udin. Setelah tahu duduk permasalahannya, Markonah menawarkan kera yang ia miliki kepada para penduduk dengan harga Rp1,200 perekor. 

Tidak apa-apa lah, toh masih bisa dijual dengan harga mahal kepada Udin. Sebanyak 1,800 diimpor langsung dari desa Markonah dan dibeli penduduk desa tanpa ragu. Dan tahap terakhir pun selesai, Udin dan Markonah menamakan tahap ini sebagai Tahap Excess.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kera-kera kembali tidak diperdagangkan dan tidak memiliki nilai. Udin tidak kembali. Markonah telah minggat dari pulau. Ternyata Udin dan Markonah adalah adik kakak. Penduduk desa hanya bisa gigit jari.

Sekarang, kita hitung berapa keuntungan Udin dan Markonah dari The Monkey Business ini:

Tahap pertama Udin membeli 500 kera dengan harga Rp500 = Rp250,000 dan membeli 1,000 ekor kera dengan harga Rp600 = Rp600,000. Jadi total modal Udin = Rp250,000 + Rp600,000 = Rp850,000.

Tahap kedua Udin membeli 300 ekor kera dengan harga Rp800 = Rp240,000. Total modal Udin = Rp850,000 + Rp240,000 = Rp1,090,000

Tahap ketiga Markonah menjual semua kera yang dimiliki Udin sebanyak 1,800 dengan harga Rp1,200. Total pendapatan = Rp2,160,000

Keuntungan yang didapat. Rp2,160,000 - Rp1,090,000 = Rp1,070,000.

Like a monkey business

Bisnis yang menggiurkan bukan. Dan tanpa kita (trader retail) sadari, inilah yang terjadi hampir setiap hari di market. Yang perlu kita pahami, kita akan selalu kalah dengan bandar, dengan big fund. Karena merekalah pemilik modal besar di pasar. Mereka mampu menggerakkan harga. Apalagi saham-saham second liner dan third liner yang kapitalisasinya sangat mudah dimainkan. 

Apakah semua Pak Bandar jahat? Tidak juga, ada big fund yang eksekusi transaksinya memang berdasarkan valuasi, fundamental approach. Mereka punya harga rata-rata sendiri dalam suatu saham. Dan memiliki level serta waktu tersendiri dalam take profit.

Apakah Pak Bandar selalu untung? Tidak juga, pengelola reksadana bisa dibilang merupakan big fund. Apakah reksadana mereka selalu memberikan return positif? Tidak kok. Para big fund memiliki informasi lebih awal dari kita. Memiliki metode valuasi lebih canggih dari kita dan sumber daya diatas kita. Lalu bagaimana solusinya? Jangan lawan big fund, just follow them.

Keuntungan kita sebagai trader retail adalah, liquiditas dan fleksibilitas dalam jual beli di suatu saham tanpa terdeteksi karena transaksi dalam jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan para bandar. So, yang perlu kita miliki sekarang adalah cara mendeteksi pergerakan para big fund. Belum akan dibahas pendekatan terebut di artikel ini karena akan sangat panjang. Di bagian kedua nanti kita akan membahas beberapa metode dalam mencari jejak para big fund untuk memperkecil risiko trading kita. Ingat, risiko akan selalu ada, yang bisa kita lakukan hanyalah memperkecilnya.

Contributor: Al Assy Arry