IHSG 21 September
kembali bergairah dan mengalami penguatan 0.77% ditutup pada level 5,342. Hal ini disokong Bank of Japan yang menahan suku bunga acuannya dan memberlakukan kebijakan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mereka sehingga bursa Asia menanggapi dengan positif. Hari ini kami memprediksikan IHSG akan kembali menguat menanggapi sentimen The Fed yang menahan suku bunga acuan setidaknya hingga akhir tahun. Level resistance IHSG berada pada kisaran 5,371 dan level support 5,267.
Global & Commodity Indices
--------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Global & Commodity Indices
--------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
HIGHLIGHT NEWS
1. Bank of Japan's Inflation Overshoot Deepens Policy Innovation.
JAPAN.The first major central bank to adopt quantitative easing in the modern era has innovated again. BOJ Governor Haruhiko Kuroda and his colleagues adopted a pledge of "overshooting" their 2 percent inflation target, an idea floated by central bankers including Federal Reserve Bank of Chicago President Charles Evans, but not formally adopted up to now. They also unveiled a strategy of targeting short- and longer-term rates to provide the economy with cheap borrowing costs.
Since taking the helm in 2013, Kuroda had previously pursued a QE-on-steroids policy to shock Japan out of deflation. Yet after three and a half years, he was running into increasing concerns about the sustainability of the purchases of government bonds, which have run at about 15 percent of gross domestic product annually. The adoption of a negative interest rate on some bank reserves resulted in an outcry from banks, and -- for a time -- an alarming plunge in yields even on longer-dated securities.
The Federal Reserve had a cap on long-term yields back in the 1940s, as part of the U.S. government’s efforts to keep down wartime and postwar debt financing. But a strategy of targeting the yield curve as a reflation initiative is new to the major central banks of today.
“The BOJ had to do something revolutionary out of necessity -- they are concerned about sustainability," said Yuji Shimanaka, chief economist at Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities Co. in Tokyo.(Bloomberg)
JAPAN.The first major central bank to adopt quantitative easing in the modern era has innovated again. BOJ Governor Haruhiko Kuroda and his colleagues adopted a pledge of "overshooting" their 2 percent inflation target, an idea floated by central bankers including Federal Reserve Bank of Chicago President Charles Evans, but not formally adopted up to now. They also unveiled a strategy of targeting short- and longer-term rates to provide the economy with cheap borrowing costs.
Since taking the helm in 2013, Kuroda had previously pursued a QE-on-steroids policy to shock Japan out of deflation. Yet after three and a half years, he was running into increasing concerns about the sustainability of the purchases of government bonds, which have run at about 15 percent of gross domestic product annually. The adoption of a negative interest rate on some bank reserves resulted in an outcry from banks, and -- for a time -- an alarming plunge in yields even on longer-dated securities.
The Federal Reserve had a cap on long-term yields back in the 1940s, as part of the U.S. government’s efforts to keep down wartime and postwar debt financing. But a strategy of targeting the yield curve as a reflation initiative is new to the major central banks of today.
“The BOJ had to do something revolutionary out of necessity -- they are concerned about sustainability," said Yuji Shimanaka, chief economist at Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities Co. in Tokyo.(Bloomberg)
2. Market Bisa Bernapas Lega, The Fed Menahan Suku Bunga.
NEW YORK. Untuk sementara ini, market bisa bernafas lega. Dalam rapatnya yang berakhir Rabu (21/9), The Federal
Reserve memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya. Kendati demikian,
suku bunga tetap akan dikerek sebelum akhir tahun ini.
Dalam
pernyataannya pasca menggelar rapat Federal Open Market Committee, bank
sentral mengekspresikan kepercayaan pada pertumbuhan ekonomi. Hanya
saja, data ekonomi AS yang positif itu belum cukup untuk mendorong The Fed mengerek suku bunga pada bulan ini.
"Komite
menilai, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan semakin menguat. Tapi
komite memutuskan untuk menunggu sementara waktu data-data yang
mendukung kebijakan tersebut secara objektif," demikian pernyataan The Fed.
Komite
juga memangkas ekspektasi untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun
ini. "Pasar tenaga kerja terus menguat dan aktivitas pertumbuhan ekonomi
semakin meningkat dari pertumbuhan yang moderat pada paruh pertama
tahun ini," kata The Fed.
Komite
menambahkan, "Kendati tingkat pengangguran tak banyak mengalami
perubahan dalam beberapa bulan terakhir, kenaikan tenaga kerja cukup
solid secara rata-rata. Anggaran belanja rumah tangga tumbuh kuat, namun
aktivitas bisnis fixed income masih tetap lemah."
The Fed juga mencatat, tingkat inflasi masih belum naik ke level 2% yang menjadi target The Fed. Pernyataan ini merefleksikan kepercayaan diri The Fed
bahwa target tersebut akan tercapai seiring dampak transisi dari
penurunan harga energi dan harga impor yang mulai berbalik arah, serta
semakin kuatnya pasar tenaga kerja.
Anggota The Fed terbelah
Dalam rapat FOMC, anggota The Fed terbelah. Tiga anggota dari kubu hawkish
-Esther George, Loretta Mester, dan Eric Rosengren- berbeda pendapat
dengan pernyataan tersebut. Ini merupakan hal yang mengejutkan mengingat
kemahiran Janet Yellen dalam mempersatukan komite.
Sementara
itu, ada satu anggota komite yang mengusulkan suku bunga acuan naik
tipis dari level 0,65% hingga 2019 mendatang. Satu anggota lainnya
berekspektasi suku bunga di level 3,75% pada 2019.
Tiga anggota lainnya juga mengindikasikan bahwa mereka tidak menginginkan kenaikan suku bunga pada tahun ini. Ini merupakan perbedaan pendapat yang paling beragam dibanding rapat-rapat The Fed sebelumnya.
Kendati
demikian, Kathy Jones, chief fixed income strategist Charles Schwab
berpendapat, koalisi di bank sentral AS masih akan tetap solid karena
adanya Yellen, (William) Dudley, Stanley (Fischer) dan beberapa orang
lainnya.
"Saya rasa mereka semua masih mencapai kata sepakat," imbuhnya. Sejumlah
analis juga memprediksi, kenaikan suku bunga akan dilakukan pada
pertemuan 13-14 Desember mendatang. Pasalya, pada pertemuan November, di
AS akan digelar pemilihan presiden. Belum ada jadwal konferensi pers
pasca pertemuan The Fed.(Kontan)
3.Ekonom Kompak Sarankan BI Turunkan Suku Bunga Acuan
Jakarta. Bank Indonesia mulai hari ini kembali menggelar Rapat Dewan
Gubernur, yang secara rutin dilakukan setiap bulan. Dalam setiap RGD BI
akan memutuskan kebijakan moneter untuk merespon kondisi ekonomi terkini
dan kemungkinan yang akan terjadi sebulan mendatang.
Nah
terkait hal itu, sejumlah ekonom melihat ruang bagi otoritas untuk
kembali melakukan pelonggaran moneter masih terbuka cukup lebar. Ekonom
Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, isu rencana kenaikan
suku bunga The Fed tidak perlu dihawatirkan.
Sebab, saat ini market sudah memperkirakan naiknya Fed Fund Rate (FFR) alias sudah mem-price in. "Jadi, yang lebih penting diperhatikan adalah beberapa isu dari dalam negeari," kata David, Rabu (21/9) di Jakarta. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah pertumbuhan kredit yang masih rendah, bahkan menurut David saat ini sudah ada di level terendah sejak tahun 2009. Atau, sejak krisis ekonomi terjadi.
Adapun David melihat ruang penurunan 7-Day Repo Rate yang dimiliki BI saat ini adalah 25 basis points. Artinya, bunga acuan BI yang baru ini berpeluang turun menjadi 5%.
Namun demikian, Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih menilai The Fed tidak akan menaikan Fed Fund Rate (FFR) pada September 2016. Sehingga, peluang pelonggaran moneter makin terbuka.
Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga berpendapat sama. Alasannya, selain pertumbuhan kredit laju inflasi juga ada dalam kondisi terkendali, yang diperkirakan akan ada di level 3%-3,3% hingga akhir tahun. Nilai tukar juga cenderung stabil, karena besarnya aliran dana yang masuk (capital inflow). Hal itu dipengaruhi oleh sentimen tax amnesty, yang realisasiny mulai meningkat di akhir September 2016b ini.
Namun, yang perlu diingat kebijakan moneter BI seharusnya tetap sejalan dengan kebijakan pemerintah. Terutama, langkah pemerintah yang akan memperlebar defisit anggaran 2016 dari 2,35% hingga 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pelebaran defisit itu akan memicu pemerintah untuk menambah penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Hal ini akan mendorong terjadinya kondisi crowding out, atau meningkatnya suku bunga yang diakibatkan kebijakan fiskal pemerintah.(Kontan)
Sebab, saat ini market sudah memperkirakan naiknya Fed Fund Rate (FFR) alias sudah mem-price in. "Jadi, yang lebih penting diperhatikan adalah beberapa isu dari dalam negeari," kata David, Rabu (21/9) di Jakarta. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah pertumbuhan kredit yang masih rendah, bahkan menurut David saat ini sudah ada di level terendah sejak tahun 2009. Atau, sejak krisis ekonomi terjadi.
Adapun David melihat ruang penurunan 7-Day Repo Rate yang dimiliki BI saat ini adalah 25 basis points. Artinya, bunga acuan BI yang baru ini berpeluang turun menjadi 5%.
Namun demikian, Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih menilai The Fed tidak akan menaikan Fed Fund Rate (FFR) pada September 2016. Sehingga, peluang pelonggaran moneter makin terbuka.
Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga berpendapat sama. Alasannya, selain pertumbuhan kredit laju inflasi juga ada dalam kondisi terkendali, yang diperkirakan akan ada di level 3%-3,3% hingga akhir tahun. Nilai tukar juga cenderung stabil, karena besarnya aliran dana yang masuk (capital inflow). Hal itu dipengaruhi oleh sentimen tax amnesty, yang realisasiny mulai meningkat di akhir September 2016b ini.
Namun, yang perlu diingat kebijakan moneter BI seharusnya tetap sejalan dengan kebijakan pemerintah. Terutama, langkah pemerintah yang akan memperlebar defisit anggaran 2016 dari 2,35% hingga 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pelebaran defisit itu akan memicu pemerintah untuk menambah penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Hal ini akan mendorong terjadinya kondisi crowding out, atau meningkatnya suku bunga yang diakibatkan kebijakan fiskal pemerintah.(Kontan)
------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------------
DAILY STOCKPICK
22 SEPTEMBER 2016
22 SEPTEMBER 2016
SWING TRADE
4-8 MINGGU
ANTM
Buy: Rp665-Rp670
Take Profit: Rp750
Cut Loss: Rp610
BJTM
Buy: Rp585-Rp590
Take Profit: Rp698
Cut Loss: Rp540
-------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
FAST TRADE
1-2 HARI
BAJA: Rp300-Rp302
CTRP: Rp680-690
INAF: Rp930
ELSA: Rp452-Rp454
Buy: Rp665-Rp670
Take Profit: Rp750
Cut Loss: Rp610
Buy: Rp585-Rp590
Take Profit: Rp698
Cut Loss: Rp540
-------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
FAST TRADE
1-2 HARI
BAJA: Rp300-Rp302
CTRP: Rp680-690
INAF: Rp930
ELSA: Rp452-Rp454
Take Profit: 4%-5%
Cut Loss: 2%
!Gunakan Maksimal Hanya 20% Dari Total Dana Anda Dalam Melakukan Fast Trade!
"The Biggest Risk is Not Taking The Risk"
-Anonymous-
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------
Cut Loss: 2%
!Gunakan Maksimal Hanya 20% Dari Total Dana Anda Dalam Melakukan Fast Trade!
"The Biggest Risk is Not Taking The Risk"
-Anonymous-
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------
DISCLAIMER ON:
Segala
keputusan investasi kembali ke masing-masing investor dalam pengambilan
keputusan. Kami tidak melakukan pemaksaan atas transaksi yang dilakukan
investor dan tidak bertanggung jawab atas segala kerugian.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Follow us on Twitter: @Republik_Invest
Join Our Group on Whatsapp for Live Trade Guidance
085781739301
ReplyDelete《 DETIK TRADE 》 Forex Trading Indonesia
Trading Forex Indonesia| Trading Forex Terpercaya | Trading Online Indonesia
✅ Akun Demo Gratis
✅ minimum Deposit 50.000
✅ Bonus Deposit 10% ( T&C Applied )
✅ Customer support 24jam /7 hari
✅ Trading Platform Web-Browser Based
✅ Proses Deposit & withdrawal cepat
✅ Pembayaran profit up to 80%
✅ Bonus Referral 1%
DETIKTRADE
Trading lebih mudah & Rasakan pengalaman Trading dengan profit mudah . Bergabunglah Sekarang di DETIK TRADE.
☆Join With Us Detik Trade☆